Papermoon Puppet : Bercerita Tanpa Aksara
Oleh : Danis Syalwa Octaviani dan Hanifah Widyastuti
SMA Negeri 2 Yogyakarta
Seni Teater
Kata seni teater
dapat diartikan berbeda beda menurut beberapa negara seperti dalam bahasa
Perancis "Teatre", dalam bahasa Inggris "Teater", serta
dalam bahasa Yunani "Teatron". Walaupun kata teater menurut beberapa
negara berbeda namun memiliki makna yang sama yaitu seni teater merupakan suatu
pertunjukan seni yang berada di atas panggung pentas seni untuk dilihat oleh
umum.
Seni teater memiliki
pengertian secara sempit maupun pengertian secara luas. Pengertian seni
teater secara sempit adalah sebuah drama yang sudah tertulis dalam naskah yang
telah dibuat sebelumnya, kemudian dipertunjukan diatas panggung pertunjukan
serta disaksikan oleh umum atau banyak orang. Sedangkan pengertian seni teater
secara luas adalah seluruh adegan peran yang langsung dipertunjukan kepada
banyak orang tanpa ada naskah tertulis, sehingga pemain dapat
mengimprovisasikan apa yang akan mereka perankan. Contoh arti seni teater
secara luas meliputi ketoprak, janger, dagelan, sulap, serta pertunjukan pertunjukan
lainnya.
Teater di Indonesia sudah muncul sejak lama.
Teater Indonesia ini mencakup teater tradisi yang berasal dari
daerah-daerah yang ada di Indonesia. Misalnya, Longser dari sunda. Pada
awalnya, teater tradisi ini dijadikan sebagai upacara keagamaan. Namun,
seiring berkembangnya zaman, beberapa teater tradisional menjadi sebuah
pertunjukan untuk tontonan saja.
Selanjutnya, memasuki abad ke-20 teater nusantara
mengalami perubahan sehingga muncul teater modern. Teater modern ini
merupakan teater yang dipengaruhi oleh teater tradisional dan teater
barat. Dengan adanya pengaruh dari barat, bentuk pertunjukan teater modern
jauh berbeda dengan teater tradisional.
Jenis teater yang berkembang di Indonesia yaitu
1.
Teater
boneka
2.
Teater
Wayang Kulit
3.
Drama
musikal
4.
Teater
Dramatik
5.
Teatrikalisasi
puisi
Teater Boneka
Jenis
teater boneka adalah jenis teater yang sudah ada pada jaman India Kuno, Yunani
dan Mesir. Adanya sebuah teater boneka tersebut dapat dibuktikan berdasarkan
sisa peninggalan yang ditemukan dalam sebuah makam maupun reruntuhan bangunan
jaman dahulu. Dalam pementasan teater boneka terdapat beberapa jenis
boneka yang digunakan, baik boneka tongkat yang dimainkan dengan tongkat yang
dipegang dari bawah, serta boneka tangan yang dimainkan menggunakan tangan.
Adapula boneka tali atau marionette yang menggunakan tali yang diikatkan dalam
kayu yang silang dalam menggerakkannya.
Pelopor Kebangkitan
Kepopuleran seni pertunjukan, seni rupa, dan
dunia pendidikan seni di Indonesia sudah makin jamak penikmatnya. Tetapi
bagaimana dengan teater boneka, yang
menggabungkan ketiga hal tersebut?
Di Cape
Town, Afrika Selatan, kelompok teater boneka Handspring Puppet Company sudah
berdiri sejak 1981. Sementara Amerika punya Tom Lee Projects, yang gaungnya tak
kalah dengan Teater Broadway. Di Indonesia sendiri, kesenian teater boneka
sesungguhnya sudah ada sejak sangat lama, meski dengan bentuk yang
berbeda-beda. Salah satunya adalah Wayang Potehi, wayang boneka hasil
akulturasi budaya peranakan Tionghoa-Jawa yang diadaptasi dari kesenian di
Tiongkok sejak 265 Masehi.
Sayangnya, keberadaan teater boneka sejak zaman
dahulu itu tak menjamin kepopulerannya. Kesenian teater boneka yang terbilang
kuno ini baru menjadi perbincangan di scene kreatif Tanah Air, justru
ketika berhasil menyentuh generasi millennial di Indonesia. Adalah Papermoon
Puppet Theatre dari Yogyakarta yang menjadi pelopornya. Papermoon Puppet
Theatre dari Yogyakarta berangkat dari kelompok kecil yang membawa nama puppetry
di ranah lokal mulai dikenal dunia. Bisa dikatakan pula bahwa Papermoon Puppet
Theatre merupakan pelopor yang membangkitkan apresiasi warga lokal terhadap
pertunjukan teater boneka.
Keistimewaan dari Kesederhanaan
Sumber : Google.com
Papermoon Puppet Theatre didirikan pada April 2006
oleh Maria Tri Sulistyani(Ria). Ria sebagai pendiri, sutradara, sekaligus
penulis naskah dan manajer direktur terus mengembangkan Papermoon Puppet Theatre
bersama Iwan Effendi, kekasihnya yang kini sudah menjadi suaminya. Kelompok
seniman yang melakukan eksperimen seni teater boneka melelui pertunjukan, visual
art project, workshop, dan festival ini memiliki ruang kerjanya di
bilangan Sembungan, Bangunjiwo, Kasihan, Bantul.
Sumber : pamityang2an.com
Sebagai perempuan lulusan Universitas Gajah Mada Fakultas
Komunikasi, Ria mengawali perjalanan Papermoon dari dua kamar kos yang ia sewa
sebagai perpustakaan mini. Melalui perpustakaan yang diberi nama Sanggar
Papermoon, Ria ingin anak-anak datang untuk membaca dan belajar berkreasi agar
mampu dan percaya diri untuk menggembangkan bakat serta imajinasinya sendri.
Dinamakan Papermoon karna Ria ingin mebuat hal istimewa dari hal sederhana, ingin membuat bulan dari kertas.
Tepat pada
2 April 2006, Ria mengadakan pertunjukan boneka pertamanya yang dibuatnya
dengan bahan-bahan sederhana namun mampu menarik banyak perhatian. Pada Mei
2007, ketika Yogya dilanda gempa besar, Ria bersama teman-teman relawan
menghibur dengan pertunjukan boneka berkeliling desa yang hancur akibat gempa.
Mereka prihatin karena anak-anak tidak bisa berkreativitas akibat sekolah
mereka yang sudah rata.
Setahun berselang, setelah mengikuti workshop dan
menyaksikan pertunjukan delegasi Jerman di Jakarta, Ria memutuskan membuat
pertunjukan bonekanya untuk dinikmati oleh dua kategori yaitu dewasa dan segala
usia. Inilah yang menjadi titik balik serta identitas dari Papermoon Pupet
hingga sekarang.
Satu
Ekspresi Tanpa Aksara
Secara logika, bagaimana menyampaikan pesan pada
penonton lewat boneka yang tercipta dengan satu ekspresi saja? Bagi Ria,
kekuatan cerita, kemampuan menghidupkan objek, dan teknik pembuatan boneka
menjadi hal yang sama pentingnya dengan kemampuan penyutradaraan, penataan
musik, bahkan tata lampu dan manajemen produksi dalam pementasan teater boneka.
Sumber : Instagram Papermoon Puppet Theatre
“Tiadanya unsur verbal dalam pementasan,
membuat kekuatan elemen lain menjadi penting,” ujarnya. Untuk emosi yang tidak
bisa disampaikan secara langsung lewat bahasa verbal dan perubahan mimik wajah
ini, Ria menyampaikannya melalui gestur, musik serta tata lampu. Dan yang
terpenting; lewat rasa! “Karya kami memang tidak menempelkan unsur tradisi yang
langsung bisa dinilai lewat mata,” ujarnya. Hasilnya penonton tetap bisa
merasakan emosi dan hanyut dengan ceritanya, sehingga tidak memerlukan dialog.
Sumber : Instagram Papermoon Puppet Theatre
Pada awalnya, Ria dan timya melihat boneka
sebagai medium yang bisa mix banyak seni dari musik,
rupa,petunjukan teater yang kami sukai. Selain itu, mereka juga menemukan bahwa
manusia membutuhkan media, butuh jembatan untuk bicara dengan orang lain. Terkadang
bicara dengan orang lain secara langsung lebih susah, karna perbedaan cara
pandang, adanya tendensi, ataupun alasan lain. Namun, dengan boneka, mereka
hidup dalam cerita dengan apa adanya tanpa akting.
"Orang
percaya karakter si boneka itu dia, dia nggak acting, kalau aktor kan apalagi
yang kenal sama aktornya 'Oh dia orangnya aslinya begini,' Kalau di teater
boneka tuh dengan segera orang percaya 'Oh ini hidupnya memang begitu,' alurnya
penonton jadi lebih mudah terbawa dalam satu cerita karena mediumnya teater
boneka,"
Di samping itu, boneka sangat identik sebagai
benda mati yang akrab bagi manusia sejak kecil, baik laki-laki mapun perempuan
sehingga orang lebih respect dengan pesan-pesan yang diberikan.
"Seiring
berjalannya waktu, kita menemukan penonton teater boneka nggak cuma anak-anak
yang suka. Terus saya nambah message yang serius, akhirnya
kami memutuskan bikin karya di Papermoon kebanyakan untuk dewasa, nggak untuk
anak," ungkap Maria Tri Sulistyani.

Papermoon Puppet Theatre memilih boneka yang dibuatnya sendiri
sebagai pemeran dalam pementasan teaternya. Iwan dan Ria bersama tim membuat
boneka dari kertas. Boneka-boneka dibuat dengan ekspresi melamun, ekspresi yang
amat netral. Ketika boneka digerakkan dengan pelan, maka ia akan menunjukkan
kesedihan. Keceriaan dan semangat boneka akan tampak ketika ia digerakkan lebih
cepat.
Konsisten dan Totalitas
Menurut Ria ada tiga cara agar
perkembangan puppetry di Indonesia bisa sejalan dengan perkembangannya
di luar, atau bahkan bisa senada dengan perkembangan bentuk seni lainnya.
Pertama, dibutuhkan passion dan ketekunan pelakunya. Bagaimana puppetry yang sering dianggap kurang cool karena identik dengan proses persiapan pertunjukan yang sangat panjang (di mana aktornya harus dibuat dulu sebelum latihan dimulai) bisa benar-benar dijalankan secara konsisten oleh pelakunya.
Kedua, kesempatan. Masih banyak orang yang belum mendapat kesempatan untuk bisa mengapresiasi menonton pentas puppetry, dan untuk membuka kesempatan ini, ajang-ajang seperti Pesta Boneka bisa jadi salah satu cara yang tak boleh dilewatkan.
Hal yang ketiga adalah bisa melihat peluang untuk bekerjasama. Hal ini bisa dalam bentuk apa pun. Ruang atau tempat untuk presentasi pementasan misalnya atau bahkan komunitas untuk menggali cerita. “Sebaiknya jangan takut untuk berkarya walau dengan dana terbatas. Mulailah dari yang kecil dan jangan langsung berpikir besar dulu,” ujar Ria.
Ria sengaja tidak menyadur kisah dari buku karangan orang lain,
melainkan kisah sehari-sehari, kisah siapa saja dibumi ini. Justru, dengan
profesinya yang juga sebagai penulis cerita anak-anak semakin memudahkannya
untuk menyusun skenario pertunjukan. Berikut ini adalah beberapa projek
pementasan dari Papermoon Puppet.
1. Secangkir
Kopi dari Playa
2. Mwathirika
3. Puno, Letter
to the sky
4. Laki-laki Laut
5. Watugunung
6. Shadow of
tomorrow
7. The wide world of Siwa and Malini
8. The scavenger
Semenjak Papermoon Puppet Theatre sukses merebut animo masyarakat, perlahan
mulai muncul kelompok lainnya dari Yogyakarta juga, seperti Flying Baloon Puppet yang terbentuk pada
2015. Flying Balloons Puppet kerap mementaskan lakon dengan pesan moral untuk lingkungan.
Sayangnya, hingga kini, pergerakan dari daerah lain selain Yogyakarta
tampaknya belum banyak bermunculan, padahal jika melihat peluangnya untuk
dibawa ekspansi ke luar negeri, sangatlah mungkin hal ini dilakukan karena
teater jenis ini merupakan media yang tepat untuk memainkan rasa penikmatnya,
meski tanpa aksara.
Daftar
Pustaka
https://crafters.getcraft.com/id/papermoon-puppet-theatre-bercerita-lewat-rasa/
mantap
BalasHapus