SI PELUKIS TAWA

Sosok Naufal Abshar dalam Dunia Seni
Naufal Abshar, salah satu seniman muda Indonesia saat ini yang karya-karyanya sudah mendunia. Sosok kelahiran 1993 ini terkenal dengan konsep karyanya dengan serial ‘HAHA’. Hingga kini, karya-karya Naufal telah dimiliki oleh kolektor asal dari Spanyol, Perancis, Singapura, sampai Afrika Selatan. Naufal sendiri mengawali karirnya bukan di negara sendiri, melainkan di tempat dia mengabdi ilmu seni, yaitu Singapura. Lulusan LASALLE College of The Arts dan Goldsmith University di London ini telah membawa karyanya sampai ke Venesia dan Lithuania. Di level nasional, Naufal telah membuktikan diri dengan menjadi yang pertama di kompetisi live painting Indonesia Arts Festival 2013.

Berawal dari Kegemaran
            Bakat dan kecintaan Naufal terhadap dunia seni sebenarnya sudah terlihat semenjak kecil. Saat duduk di bangku taman kanak-kanak, Naufal mengaku gemar mencorat-coret kertas. Lantas semua hasil karya corat-coret Naufal dilaminating dan dijadikan taplak meja oleh Ibu. Hal ini berlanjut hingga Naufal duduk di bangku sekolah. Hampir setiap pelajaran, Naufal tidak pernah memperhatikan guru. Semua waktunya dihabiskan oleh menggambar, mulai dari buku, meja, bahkan hingga kertas ujian. “…Bahkan kertas UN aja gue gambar,” ujar Naufal di salah satu wawancaranya terhadap media. Sampai akhirnya, Naufal pun tersadar bahwa passion yang dimiliki oleh dirinya adalah menggambar.

Perjuangan Melanjutkan Perguruan Tinggi
            Saat SMA, Naufal akhirnya mengutarakan passion yang ia miliki yaitu menggambar ke kedua orangtuanya. Naufal mengaku kedua orangtuanya cukup kaget pada awalnya. Kedua orangtuanya pun awalnya mengiyakan hanya jika Naufal mengambil jurusan desain grafis. Lain hal dengan Naufal, Naufal mengaku tidak setuju dengan pendapat orangtuanya. “Gue nggak suka desain grafis, karena banyak aturannya, sementara gue nggak suka mengikuti aturan,” ujar Naufal menjelaskan alasannya menolak pendapat orangtuanya kala itu.
    Orangtua Naufal sempat ragu dan bertanya apakah keinginan Naufal untuk melanjutkan ke dalam bidang seni murni tersebut memang benar-benar keinginannya atau hanya mengikuti trend saja. Akan tetapi, Naufal berhasil meyakinkan kedua orangtuanya bahwa dirinya benar-benar ingin menekuni jurusan tersebut.
        Orangtua Naufal akhirnya mencoba memahami dan membantu Naufal untuk konsultasi ke salah satu kerabat keluarga yang kebetulan merupakan seniman senior yang cukup dihormati, yaitu Pak Sunaryo di Bandung. Orangtua mencoba konsultasi apakah Naufal berbakat menggambar atau tidak. Jujur, Naufal sendiri merasa dirinya tidak bisa menggambar bagus ataupun realis. Namun, Pak Sunaryo berpendapat bahwa Naufal cukup berbakat.
            Setelah itu, Naufal berdiskusi dengan kedua orangtua dan Pak Sunaryo mengenai kelanjutan pendidikannya. Melihat passion Naufal di bidang seni rupa, Naufal sendiri sebenarnya pernah menargetkan untuk melanjutkan pendidikan di ITB. Namun, karena jurusan seni rupa di ITB adalah IPS sedangkan Naufal sendiri amak IPA, dan Naufal merasa tidak sanggup jika harus belajar lagi materi IPS, akhirnya Naufal menargetkan untuk melanjutkan pilihan studi di luar negeri. Sempat terpikirkan untuk melanjutkan studi di London tetapi terlalu jauh; belum lagi ini adalah pertama kalinya Naufal belajar di luar negeri. Untuk pilihan sendiri, Naufal mempertimbangkan antara Australia dan Singapura. Akhirnya, Naufal memutuskan untuk pergi ke Singapura, karena lokasinya cukup dekat dan budayanya tidak terlalu jauh dari Indonesia. Selain itu, Singapura juga adalah pusat bisnis. Jadi Naufal sendiri merasa bisa belajar menjadi artpreneur, bukan hanya seniman biasa.
            Naufal kini merasa senang akan keputusannya untuk keluar dari rumah saat melanjutkan studi perguruan tinggi karena Ia merasa telah keluar dari zona nyamannya. “Aku mau sukses, jadi harus keluar dari zona nyaman. Kenyamanan bisa membunuh kita. Sebelumnya aku tidak pernah keluar dari rumah dengan fasilitas yang nyaman," ujar Naufal.

Menjadi Seorang Pelukis Adalah Panggilan Hati
            Naufal merasa profesi yang diembannya kini adalah panggilan hati. Saat pertama kali lulus kuliah, Naufal cukup bingung karena Naufal merasa keterampilan dirinya hanya bisa menggambar. Namun, Naufal coba menggali kembali hal-hal yang tersebar di dunia seni.
            Saat kuliah di Singapura, Naufal sempat pergi ke London dan merasakan kerja di beberapa tempat seperti di galeri dan segala sesuatu yang berhubungan dengan dunia seni. Naufal merasa pengalaman tersebut merupakan backup plan untuknya. Naufal pun pernah bekerja di art service company (perusahan) yang bergerak di bidang packing company untuk mengirimkan lukisan. Dalam kesempatan tersebut, Naufal berkesempatan pergi ke tempat-tempat kolektor dan galeri seni. Setelah melihat-lihat, Naufal merasa di tempat seperti itulah passionnya berada.
            Kebetulan slah satu owner dari asrt service company tersebut juga memiliki galeri seni. Di situ Naufal menawarkan agar hasil karyanya di test case untuk bisa dipamerkan, ternyata feedback dari owner tersebut bafus dan cukup banyak karya-karya Naufal yang laku dan dikoleksi kolektor.
            Di situlah Naufal merasa, “Jangan-jangan ini panggilan?” dari situ akhirnya Naufal mulai menjalani profesi sebagai seniman yang dia akui cukup berliku dan berisiko tapi dia jalani sepenuh hati.

Serial HAHA : Konsep Tawa dan Humor
            Karya Naufal memiliki ciri khas menggabungkan painting dengan kata-kata. Salah satu yang paling khas adalah kegemarannya memasukkan kata “haha” dalam lukisannya. Menurut Naufal, itu adalah salah satu cara bagi dirinya untuk mengajak orang tertawa di antara kesibukan dalam keseharian. Naufal terinspirasi dari aktivitas-aktivitas sehari-hari. “Hidup itu banyak tantangan, kemacetan, isu sosial, masalah politik, atau apalah. Jadi bagi gue, seni itu harusnya dapat menghibur. Karena elo sudah stress! Jadi kalo lo melihat karya seni yang penuh warna, itu harusnya dapat mengurangi kekesalan lo. Gue ingin membuat orang lain senang,” ujar Naufal.
            Namun, tidak hanya itu saja. Unsur komedi yang dimasukkan ke dalam karya Naufal sendiri juga mengandung kritik sosial substil yang akan selalu diingat melalui goresan kuasnya nan kuat dan keberaniannya mencampur warna dalam karya. Naufal menjelaskan,”Kita tidak selalu tertawa karena ada yang melawak. Kadang kita tertawa karena situasi di sekitar kita, atau kadang kita menertawakan diri sendiri, atau bahkan menertawakan orang lain. 

         Menurut Naufal sendiri, ada dua jenis seniman : mereka yang mengedepankan sisi estetika seni dan mereka yang mengedepankan konsepnya. Naufal ingin menjadi orang yang ditengah-tengah, dan Naufal pun ingin orang bisa melihat sisi estetika dan konsep karyanya. Belakangan Naufal kerap berkesperiman dengan bentuk kanvas yang tak konvesional. Karyanya yang paling popular adalah artwork untuk cover album Kunto Aji-“Mantra, Mantra”.
      Bagi Naufal, karya adalah sebuah kaca, yakni media untuk mengungkapkan sesuatu. “What I see, what I feel, is all about my work,” ujarnya pada salah satu media.

Proyek Naufal di Masa Depan

            Naufal memiliki konsep karya yang akan diusungnya di masa mendatang, yaitu sculpture painting. Konsep ini membuat lukisan bisa berdiri, tidak hanya dipajang di dinding saja. Objeknya pun gambar bagian depan dan belakang, sehingga orang bisa melihat 360 derajat. Namun, lukisan ini juga bisa ditempel ke dinding seperti lukisan biasa.
            Naufal pun menggunakan konsep “puzzle painting” di pameran tunggalnya yang berlangsung di galeri Art Poters. Setiap lukisan terdiri dari beberapa kanvas. Nanti bisa digonta-ganti. “Jadi misalnya, kepala astronot ini bisa diganti jadi kepala robot, atau kepala keledai. Jadinya lucu banget kan? Bisa play around dan nggak ngebosenin!” ujar Naufal.
            Dengan konsep ini, Naufal berharap audience bisa curate dan create seni mereka sendiri. Naufal ingin melibatkan audience­-nya lebih jauh dalam berkarya. Naufal pun berharap dengan konsep ini, nantinya saat mereka ingin membeli karya Naufal, mereka tidak harus membeli satu set. Mereka bisa membeli bagian kepalanya saja, atau lengannya saja. Saat ini, Naufal merasa kebanyakan penikmat seni itu hanya kaum elit saja. Naufal ingin seni lebih mudah diakses orang awam. Tidak perlu memiliki rumah besar untuk punya karya seni.






SUMBER GAMBAR

sumber : www.sekolahsg.com
sumber : MLDSPOT
sumber : detikHOT
sumber : AXE House
sumber : genmuda
sumber : lukisanku.id
sumber : Luxuo, Art Porters
sumber : NOW!Singapore
sumber : Mahamerulambar.com
sumber : detikHOT
sumber : Lukisanku

SUMBER

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara Bermain Drum Untuk Pemula (1 Jam Langsung Bisa)

Sejarah dan Cara Membuat Kartun Anime