Artikel Sejarah Biografi Pelukis Indonesia
Gak Nyangka, Pelukis Terkenal Ini Ternyata Berasal dari Yogyakarta
Oleh:
Agung Permana (XI PMIIA 4/
02)
Arkan Nadim A. (XI PMIIA 4/
04)
Affandi Koesoema adalah seorang
pelukis yang berbakat yang pernah dimiliki oleh Indonesia. Ia dikenal sebagai
Maestro Seni Lukis dengan gaya abstrak dan romantisme. Selain berbakat, ia juga
produktif dalam melukis, tercatat sepanjang hidupnya ia telah menciptakan
kurang lebih 2.000 karya lukis. Karya-karyanya telah dipamerkan di berbagai
belahan dunia seperti Inggris, Amsterdam, dan India.
Sebelum
masuk dalam dunia seni lukis, Affandi menjadi guru dan pernah bekerja sebagai
tukang sobek karcis dan pembuat gambar reklame disalah satu gedung bioskop di
Bandung. Pekerjaan ini tidak lama digeluti karena ia lebih tertarik pada bidang
seni lukis.
Bakat
seni lukisnya sangat kental sehingga mengalahkan ilmu-ilmu lainnya yang ada
dalam kehidupannya. Pada tahun 1933 saat berumur 26 tahun, ia menikah dengan
seorang gadis yang berasal dari Bogor, yaitu Maryati. Mereka dikaruniai seorang
putri yang diberi nama Kartika Affandi.
Affandi
bergabung dalam kelompok Lima Pelukis Bandung. Mereka itu adalah Hendra
Gunawan, Barli, Sudarso, dan Wahdi serta Affandi yang dipercaya menjabat
sebagai pimpinan kelompok. Kelompok ini memiliki andil yang cukup besar dalam
perkembangan seni rupa di Indonesia.
Pada
tahun 1943, Affandi mengadakan pameran tunggal pertamanya di Gedung Poetera Djakarta yang pada
saat itu sedang berlangsung pendudukan tentara Jepang di Indonesia. Empat
Serangkai yang terdiri dari Ir.
Soekarno, Drs. Mohammad Hatta, Ki Hajar Dewantara, dan Kyai Haji Mas
Mansyur, memimpin Seksi Kebudayaan Poetera (Poesat Tenaga Rakyat) untuk ikut
ambil bagian.
Pada
saat proklamasi tahun 1945, banyak pelukis ambil bagian. Salah satunya adalah
menulis sebuah kata "Merdeka atau
mati" yang ditulis pada gerbong-gerbong kereta dan
tembok-tembok. Affandi mendapat tugas membuat sebuah poster yang menggambarkan
seorang yang dirantai, tapi rantainya telah putus. Kata-kata yang dituliskan
pada poster tersebut adalah "Boeng,
ayo boeng" yang merupakan usulan dari Chairil
Anwar.
Berkat
bakat melukisnya yang bagus, Affandi mendapatkan beasiswa kuliah pada jurusan
melukis di Santiniketan, India. Namun saat tiba di India, ia ditolak dengan
alasan bahwa ia dinilai sudah tidak memerlukan pendidikan dalam seni lukis.
Akhirnya ia menggunakan biaya beasiswanya tersebut untuk mengadakan pameran
keliling India.
Sepulang
dari India, pada tahun 1950-an, Affandi dicalonkan oleh PKI untuk mewakili
orang-orang yang tidak berpartai dalam pemilihan Konstituante. Dan terpilihlah
ia, seperti Prof. Ir. Saloekoe Poerbodiningrat dsb, untuk mewakili orang-orang
yang tidak berpartai.
Hal
yang dibahas oleh Affandi adalah mengenai perikebinatangan, bukan
perikemanusiaan. Ia merupakan seorang pelukis yang dekat dengan flora, fauna,
dan lingkungan itulah sebabnya ia membahas mengenai perikebinatangan. Pada
tahun 1955, saat ia mempersoalkan perikebintangan, kesadaran masyarakat
terhadap lingkungan hidup masih sangat rendah.
Affandi
juga termasuk pimpinan pusat Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat), organisasi
kebudayaan terbesar yang dibubarkan oleh rezim Suharto. Ia juga bagian dari
Lembaga Seni Rupa bersama Basuki Resobowo, Henk Ngantung, dan sebagainya.
Pada
tahun 1960-an, gerakan anti imperialis AS sedang mengagresi Vietnam cukup
gencar. Juga anti kebudayaan AS yang disebut sebagai 'kebudayaan imperialis'. Film-film Amerika, diboikot di negeri ini.
Waktu itu Affandi mendapat undangan untuk pameran di gedung USIS Jakarta, dan Affandi pun mengadakan pameran di sana.
Karya
Lukis
Sepanjang
hidupnya, Affandi telah menghasilkan kurang lebih 2.000 karya lukis.
Karya-karyanya dipamerkan ke berbagai negara di dunia, baik di benua Asia,
benua Eropa, maupun benua Amerika. Saat melukis ia mengelola warna untuk
mengekspresikan apa yang ia lihat dan rasakan tentang sesuatu, ia juga lebih
sering menumpahkan langsung cairan cat dari tubenya kemudian menyapu cat
tersebut dengan jari-jarinya.
Untuk
mendekatkan dan memperkenalkan karya-karyanya kepada para pecinta seni lukis,
Affandi sering mengadakan pameran di berbagai tempat. Salah satunya di negara
India, ia telah mengadakan pameran keliling ke berbagai kota. Demikian juga di
berbagai negara di Eropa, Amerika serta Australia.
Di
Eropa, ia telah mengadakan pameran antara lain di London, Amsterdam, Brussels,
Paris dan Roma. Begitu juga di negara-negara benua Amerika seperti di Brazilia,
Venezia, San Paulo, dan Amerika Serikat. Hal demikian jugalah yang membuat
namanya dikenal di berbagai belahan dunia. Salah satu karya lukis dari Affandi
dapat Anda lihat di bawah ini, lukisan ini diberi judul Para Pejuang
1972.
Dalam
perjalanannya berkarya ia dikenal sebagai seorang pelukis yang menganut aliran
ekspresionisme atau abstrak. Sehingga seringkali lukisannya sangat sulit
dimengerti oleh orang lain terutama oleh orang yang awam tentang dunia seni
lukis jika tanpa penjelasannya. Namun bagi pecinta lukisan hal demikianlah yang
menambah daya tariknya.
Kesederhanannya
dalam melukis pernah terlihat ketika kritisi Barat menanyakan konsep dan teori
lukisannya. Oleh para kritisi Barat, lukisan Affandi dianggap memberikan corak
baru aliran ekspresionisme, namun ketika itu justru Affandi balik bertanya,
aliran apa itu?
Bahkan,
dalam keseharian, ia sering mengatakan bahwa dirinya adalah pelukis kerbau.
Mungkin karena kerbau adalah binatang yang dianggap dungu dan bodoh. Sikap sang
maestro yang tidak gemar berteori dan lebih suka bekerja secara nyata ini
dibuktikan dengan kesungguhan dirinya menjalankan profesi sebagai pelukis yang
tidak cuma musiman pameran. Bahkan terhadap bidang yang dipilihnya, ia
tidak overacting.
Pameran
Dalam memperkenalkan
karya-karyanya, yaitu melalui pameran. Berikut ini beberapa pameran yang pernah
diselenggarakan oleh Affandi;
- Museum of Modern Art (Rio de
Janeiro, Brazil, 1966)
- East-West Center (Honolulu,
1988)
- Festival of Indonesia (AS,
1990-1992)
- Gate Foundation (Amsterdam,
Belanda, 1993)
- Singapore Art Museum (1994)
- Centre for Strategic and
International Studies (Jakarta, 1996)
- Indonesia-Japan Friendship
Festival (Morioka, Tokyo, 1997)
- ASEAN Masterworks (Selangor,
Kuala Lumpur, Malaysia, 1997-1998)
Penghargaan
Pada tahun 1977,
Affandi mendapat hadiah perdamaian dari International Dag Hammershjoeld.
Menjadi anggota Akademi Hak-Hak Azasi Manusia yang
diangkat oleh Komite Pusat Diplomatic Academy of Peace PAX MUNDI di Castelo San Marzano, Florence, Italia.
Pada
tahun 1978, Pemerintah Republik Indonesia memberikan penghargaan kepada
Affandi, yaitu "Bintang Jasa Utama". Sejak tahun 1986, ia diangkat menjadi Anggota Dewan
Penyantun ISI (Institut Seni Indonesia) di Wakil Presiden Republik Indonesia
tahun 1972-1978 di Yogyakarta.
Pada
tahun 1976, Prix International
Dag Hammerskjoeld menerbitkan sebuah buku kenang-kenangan tentang Affandi.
Buku dengan tebal 189 halaman lebih itu diterbitkan dalam 4 bahasa, yaitu dalam
bahasa Inggris, Belanda, Perancis, dan Indonesia. Demikian juga Penerbitan
Yayasan Kanisius, telah menerbitkan sebuah buku tentang Affandi karya
Nugraha Sumaatmadja pada tahun 1975.
Museum
Affandi
Sebuah museum yang
diresmikan oleh Fuad Hassan. Museum ini menyimpan hasil karya lukis
Affandi. Museum ini didirikan tahun 1973 di atas tanah yang menjadi tempat
tinggalnya, yang terletak di Jalan Laksda Adisucipto, Yogyakarta.
Terdapat
sekitar 1.000-an lebih lukisan di Museum Affandi, dan 300-an di antaranya
adalah karya Affandi. Lukisan-lukisan Affandi yang dipajang di galeri I adalah
karya restropektif yang punya nilai kesejarahan mulai dari awal kariernya
hingga selesai, sehingga tidak dijual.
Galeri
II adalah lukisan teman-teman Affandi, baik yang masih hidup maupun yang sudah
meninggal seperti Basuki Abdullah, Popo Iskandar, Hendra, Rusli, Fajar Sidik,
dan lain-lain. Adapun galeri III berisi lukisan-lukisan keluarga Affandi.
Galeri
III, saat ini terpajang lukisan-lukisan terbaru Kartika Affandi yang dibuat
pada tahun 1999. Lukisan itu antara lain Apa yang Harus Kuperbuat (Januari
1999), Apa Salahku? Mengapa ini Harus Terjadi (Februari
1999), Tidak Adil (Juni 1999), Kembali Pada Realita
Kehidupan, Semuanya Kuserahkan KepadaNya (Juli 1999). Ada pula lukisan
Maryati, Rukmini Yusuf, serta Juki Affandi.
Meninggal
Dunia
Affandi
merupakan salah satu pelukis besar Indonesia bersama pelukis besar lainnya
seperti Basuki Abdullah, Raden Saleh dan lain-lain. Namun karena berbagai keistimewaan
dala karya-karyanya, para pengagumnya sampai menganugerahinya berbagai sebutan
dan julukan Koran International Herald Tribune yang
menjulukinya sebagai Pelukis Ekspressionis Baru Indonesia sementara di
Florence, Italia dia telah diberi gelar Grand Maestro.
Bagi
Affandi, melukis adalah bekerja. Ia melukis seperti orang lapar. Sampai pada
kesan elitis soal sebutan pelukis, ia hanya ingin disebut sebagai tukang
gambar. Lebih jauh ia berdalih bahwa dirinya tidak cukup punya kepribadian
besar untuk disebut seniman, dan ia tidak meletakkan kesenian di atas
kepentingan keluarga. Affandi tetap
menggeluti profesi sebagai pelukis hingga ia meninggal pada Mei 1990. Ia di
makamkan tidak jauh dari museum yang didirikannya tersebut.
Daftar Pustaka
Komentar
Posting Komentar